Alas Kedaton adalah obyek wisata alam berupa kawasan hutan lindung dengan luas kira-kira 12 hektar dan di tengah hutannya ada Pura Dalem Kahyangan Kedaton. Kawasan hutan lindung ini juga dihuni oleh ratusan kera (macaca fascicularis) dan kalong (pteropus vampyrus) yang bergelayutan di dahan-dahan pohon.
Alas Kedaton berada di desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, berjarak kira-kira 35 km atau kira-kira satu jam dari ibukota Denpasar. Alas Kedaton ditumbuhi kira-kira 24 jenis tumbuh-tumbuhan yang diantaranya adalah pohon Dau, Mahoni, Kayu Adeng, Klampuak, dll.
Pada sudut tenggara hutan ini ada sebidang tanah yang oleh masyarakat searea dianggap sebagai area kuburan kera. (pernah diteliti oleh Tim Peneliti Arkeologi Universitas Udayana, hasilnya tidak ditemukan bukti adanya tulang-tulang kera). Untuk menuju kawasan ini begitu mudah, di ujung selatan desa Kukuh membelok ke arah timur dan jalan raya yang menghubungkan ke lokasi ini cukup baik.
Pada saat memasuki Alas Kedaton, setiap pengunjung akan disambut oleh ratusan kera, yang kadang kala mendekati atau menghampiri pengunjung. Hal ini menjadi suatu atraksi yang mengundang kelucuan karena tingkah laku kera-kera di Alas Kedaton, yang telah berteman dengan manusia sejak dahulu sehingga jinak terhadap setiap pengunjung.
Hanya saja, jangan sampai mengganggu atau menyakiti kera-kera tersebut karena hutan dan populasi lainnya yang berada di kawasan hutan lindung Alas Kedaton oleh masyarakat searea dikeramatkan dan dianggap milik dewa.
Hari jadi atau piodalan pura ini diadakan setiap 6 bulan sekali (210 hari), yaitu pada hari Selasa Kliwon Wuku Medangsia. Dalam penyelenggaraan upacaranya dilakukan pada tengah hari dan selesai sebelum matahari terbenam. Selain itu tidak boleh mempergunakan dupa (api), tidak memakai penjor, segehan, dan tabuh rah.
Pura Dalem Kahyangan Kedaton atau Pura Alas Kedaton adalah sebuah pura besar yang begitu unik karena mempunyai 4 buah pintu masuk pada setiap sisi pura dan bentuk bangunannya terkesan kuno dengan arsitektur sederhana.
Dan bagi yang ingin melakukan sembahyang / pemujaan di pura ini, tidak diperkenankan membawa dupa (api) karena menurut adat searea, ketiadaan api ini berarti sifat amarah atau hawa nafsu yang telah padam. Pura ini menghadap ke arah barat dan mempunyai struktur yang unik serta berbeda dengan struktur pura-pura lain yaitu pada bagian halaman dalam (utamaning mandala) yang adalah halaman tersuci lebih rendah dari halaman tengah (madyaning mandala).
Menurut data arkeologis, pura Alas Kedaton ini didirikan oleh Mpu Kuturan atau Mpu Rajakretha semasa pemerintahan raja Sri Masuli, yang memerintah pada tahun 1100 Saka (tahun 1178). Pada saat itu beliau menjabat sebagai salah satu lembaga penasehat kerajaan.
Peninggalan arkeologinya terdiri dari peninggalan zaman pra sejarah dan peninggalan setelah pengaruh Hindu. Peninggalan pra sejarah antara lain berupa menhir kecil, yaitu susunan batu kali dan arca primitif. Bukti peninggalan pengaruh Hindu adalah adanya sebuah Lingga Semu dalam sebuah meru yang disebut Dalem Kahyangan, sebuah arca Durgha Mahisasuramardini dan sebuah arca Ganesha di dalam sebuah meru yang disebut Dalem Kedaton.
Arca Ganesha yang duduk di atas bantalan yang terdiri dari 2 ekor kuda dan ditafsirkan sebagai sebuah Candra Sengkala yang berbunyi "Dwi Naga Gana Tunggal", yang berarti tahun 1582 Saka (tahun 1760).